Kamis, 25 Desember 2008
SANGGAR MERAH PUTIH DI PLAZA SEMANGGI
Minggu, 14 Desember 2008
Rabu, 12 November 2008
DICK DOANK kenalan dengan SANGGAR MERAH PUTIH
Acara yang cukup sederhana itu sebetulnya acar keluarga, akan tetapi Sanggar Merah Putih bersama Group Band Manglo diberi kesempatan untuk tampil memperkenalkan kiprahnya kepada sang selebritis yang satu ini.
Dick Doank, mesti ketawa
Violinist Senior Group Band Manglo
Dari kiri Ramli, Shufa, Dika dan Vania
Foto bersama dengan Sanggar Merah Putih pimpinan
Om Tono, tampak sebelah kanan Ibunda Om Tono
IDRIS "BIOLA" SARDI
Pada acara ini beliau tidak lama berada di lokasi, namun kehadirannya sangat mendorong semangan para violinist-violinist cilik dan muda. Mereka sangat antusias memainkan lagu demi lagu ketika sang Mestro Biola Indonesia itu hadir mengikuti acara tersebut walau hanya beberapa saat.
Kehadiran saya saat itu sebetulnya hanya untuk melihat aktifitas anak saya "Vania Eka Fitriana" yang merupakan murid Mas Tono di Sanggar Merah Putih. Namun selain hal tersebut saya pribadi sangat peduli terhadap aktifitas kesenian semacam itu. Untuk itulah saya dengan senang hati hadir dalam acara tersebut.
Acara peringatan SUMPAH PEMUDA itu juga di isi dengan persembahan tarian tradisional Jawa oleh seorang seniman tari. Tarian ini sebagai penutup acara peringatan Sumpah Pemuda di Taman Suropati
Berikut ini saya coba tampilkan bebera foto hasil jepretan saya, semoga dapat dinikmati oleh para penggemar biola ataupun musik.
Senin, 18 Agustus 2008
SENI LUKIS INDONESIA
Seni lukis modern Indonesia dimulai dengan masuknya penjajahan Belanda di Indonesia. Kecenderungan seni rupa Eropa Barat pada zaman itu ke aliran romantisme membuat banyak pelukis Indonesia ikut mengembangkan aliran ini. Awalnya pelukis Indonesia lebih sebagai penonton atau asisten, sebab pendidikan kesenian merupakan hal mewah yang sulit dicapai penduduk pribumi. Selain karena harga alat lukis modern yang sulit dicapai penduduk biasa.
Raden Saleh Syarif Bustaman adalah salah seorang asisten yang cukup beruntung bisa mempelajari melukis gaya Eropa yang dipraktekkan pelukis Belanda.
Raden Saleh kemudian melanjutkan belajar melukis ke Belanda, sehingga berhasil menjadi seorang pelukis Indonesia yang disegani dan menjadi pelukis istana di beberapa negera Eropa.
Namun seni lukis Indonesia tidak melalui perkembangan yang sama seperti zaman renaisans Eropa, sehingga perkembangannya pun tidak melalui tahapan yang sama.
Era revolusi di Indonesia membuat banyak pelukis Indonesia beralih dari tema-tema romantisme menjadi cenderung ke arah "kerakyatan". Objek yang berhubungan dengan keindahan alam Indonesia dianggap sebagai tema yang mengkhianati bangsa, sebab dianggap menjilat kepada kaum kapitalis yang menjadi musuh ideologi komunisme yang populer pada masa itu. Para pelukis kemudian beralih kepada potret nyata kehidupan masyarakat kelas bawah dan perjuangan menghadapi penjajah.
Selain itu, alat lukis seperti cat dan kanvas yang semakin sulit didapat membuat lukisan Indonesia cenderung ke bentuk-bentuk yang lebih sederhana, sehingga melahirkan abstraksi.
Gerakan Manifesto Kebudayaan yang bertujuan untuk melawan pemaksaan ideologi komunisme membuat pelukis pada masa 1950an lebih memilih membebaskan karya seni mereka dari kepentingan politik tertentu, sehingga era ekspresionisme dimulai. Lukisan tidak lagi dianggap sebagai penyampai pesan dan alat propaganda, namun lebih sebagai sarana ekspresi pembuatnya. Keyakinan tersebut masih dipegang hingga saat ini.
Perjalanan seni lukis kita sejak perintisan R. Saleh sampai awal abad XXI ini, terasa masih terombang-ambing oleh berbagai benturan konsepsi.
Kanvas Cat Minyak
60 x 50 cm
Kanvas Cat Minyak
20 x 30 cm